• Dalam beberapa bulan terakhir,  Nama mantan Panglima TNI Jenderal Purnawirawan Gatot Nurmanyo banyak diperbincangkan publik sebagai salah satu calon Presiden 2019. Namanya mulai muncul dengan image religius, terutama pasca aksi 212, 411 dan komentar-komentarnya setelah itu.

    Hingga saat ini, masih banyak masyarakat terutama netizen di media social yang menganggap Gatot Nurmatyo sebagai penantang potensial untuk Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto.

    Namun, apakah jendral Gatot memang berpotensi untuk dijadikan Capres 2019? Lantas, berapa sebenarnya elektabilitas Gatot Nurmantyo?

     

    Elektabilitas Gatot Menurut Rico Marbun.

    Berdasarkan hasil survei Media Survei Nasional (Median) lembaga yang dipimpin oleh Rico Marbun,  saat ini eletabilitas Gatot mencapai sekitar 7 persen.

    Meski mengalami kenaikan elektabilitas cukup signifikan dibanding sebelumnya yang hanya 5,5 % (baca: http://www.tribunnews.com/nasional/2018/04/16/survei-median-elektabilitas-jokowi-dan-gatot-naik-prabowo-turun) Tetap saja, elektabilitas Gatot, masih belum setara dengan Jokowi dan Prabowo Subianto.

    Elektabilitas Jokowi jauh memimpin pada angka sekitar 40 persen, sementara Prabowo berada pada angka sekitar 20 persen. Apakah ini akhir dari kompetisi? Ataukah masih ada peluang? 

    Menurut, Direktur Media Survei Nasional Rico Marbun. Gatot sebenarnya  masih punya waktu untuk meningkatkan elektabilitasnya. Ini karena masa pendaftaran capres-cawapres baru akan dibuka KPU pada Agustus mendatang yang artinya masih ada waktu sekitar 4 bulan untuk gatot meningkatkan elektabilitas secara masif.

    Untuk masalah tersebut, Rico Marbun memiliki beberapa tips yang dapat mendongkrak elektabilitas Gatot Nurmantyo. Seperti apa? Yuk kita simak penjelasannya sebagai berikut:

     

    Tips Rico Marbun untuk Gatot Nurmantyo

    Menurut Rico Marbun ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh Gatot Nurmantyo untuk mendongkrak elektabiltasnya, antara lain:

    Pertama, Gatot perlu mengintensifkan diri muncul di media massa, seperti televisi, koran, majalah, dan media online. Melalui media-media tersebut, Rico Marbun memberikan saran agar Gatot mulai bicara tentang gagasannya tentang Indonesia, agar publik semakin yakin dengan kompetensinya.

    Kedua, Gatot harus melakukan kunjungan politik ke berbagai daerah di Indonesia. Hal ini menurut Rico Marbun sangat penting agar masyarakat Indonesia semakin mengenal Gatot Nurmantyo yang tentunya akan berdampak kepada elektabilitasnya sebagai Capres.

    Apa yang disampaikan oleh Rico Marbun ini tentunya sangat masuk akal, pertama masalah kemampuan memimpin (kompetensi). Jendral Gatot Nurmatnyo memang mantan Panglima TNI, namun, beliau belum pernah menjadi pejabat sebagai kepala pemerintahan, sehingga kompetensinya sebagai eksekutif perlu disampaikan kepada masyarakat luas melalui gagasan-gagasan dan visi misinya.

    Kedua masalah kunjungan langsung. Seperti yang kita ketahui, turun langsung/kunjungan ke masyarakat kini menjadi trend popular pemimpin di Indonesia. Masyarakat sangat senang jika dikunjungai oleh pemimpin ataupun calon pemimpinnya, bahkan, ada beberapa pemimpin daerah yang sengaja menginap di rumah warga guna mendengarkan keluh kesah masyarakat secara langsung. Oleh karena itu, jika jendral Gatot melakukan kunjungan, maka, sangat mungkin elektabilitasnya akan terdongrak pesat.

    Namun, memang waktu yang tidak begitu panjang dan belum adanya partai yang mengusung menjadi pekerjaan rumah bagi sang Jendral untuk maju menjadi Capres di 2019. 


    Peluang Jendral Masih ada Meski perlu Kerja Ekstra

    Muda, Tegas, dan Religious itulah yang image yang selama ini melekat pada diri sang Jendral. Image ini tentunya positif dan dapat berguna untuk pencapresan sang Jendral.

    Namun, permasalahan utama Gatot bukanlah image, tetapi kursi partai politik. Jika Jokowi sudah resmi diusung oleh beberapa parpol seperti: Golkar, NasDem, Hanura, PDIP, kemudian Prabowo didukung oleh Gerindra, PKS, dan PAN, Namun Gatot belum satupun memiliki kendaran partai politik.

    Oleh karena itu, selain tips-tips yang sudah disampaikan oleh direktur MEDIAN, salah satu lembaga survei yang terbukti akurat (https://www.okenews.com/akurasi-survei-rico-marbun-median-berkaca-dari-pilgub-dki/). Pekerjaan rumah yang harus jadi perhatian prioritas adalah kursi partai Politik.

    Jendral Gatot harus segera melakukan loby-loby kepada partai politik agar mau meminangnya menjadi salah satu kandidat Calon Presiden 2019 nanti. Tanpa partai politik, sang Jendral tidak memiliki peluang untuk maju. Karena hingga saat ini belum bisa jalur independen untuk calon Presiden.  Inilah jalan satu-satunya tidak ada jalan lain, dan Gatot Nurmantyo perlu jalan pintas menuju puncak.

    Gatot Nurmantyo perlu menyiapkan beberapa tawaran menarik untuk partai politik, tawaran yang masuk akal dan saling menguntungkan. Berat memang, tapi dengan kerja ekstra, Gatot mungkin mampu menjadi Capres 2019 nanti.


    votre commentaire
  • Selama ini, kita disuguhkan beberapa nama untuk Calon Presiden 2019. Nama-nama seperti Joko Widodo, Prabowo, Gatot Nurmantyo, TGB Zainul Majdi, Rizal Ramli, Susi Pudjiastuti, Anies Baswedan, dan Anis Matta beberapa kali masuk di berbagai rilis survei.

    Hingga saat ini masyarakat masih meyakini bahwa calon presiden terkuat masih didominasi oleh dua nama yaitu Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Elektabilitas keduanya memang masih tertinggi di bandingkan calon-calon lainnya.

    Namun, direktur eksekutif MEDIAN Rico Marbun memunculkan sejumlah nama capres alternatif yang didapatkan dari hasil survei lapangan. Nama yang muncul justru diluar nama yang seringkali disebutkan selama ini.

    Temuan menarik muncul, dimana nama-nama tokoh agama disebutkan oleh masyarakat dari pertanyaan terbuka, elektabilitas terbuka calon presiden 2019 memunculkan dua tokoh agama yang popular yaitu Habib Rizieq Shihab dan Ustaz Abdul Somad. 

    Dua nama tersebut menerut Rico Marbun sebenarnya tidak masuk kedalam nama-nama capres pada simulasi tertutup yang ditunjukkan kepada responden.

    ''Padahal, dua nama tersebut tidak tercantum dalam daftar nama capres yang disodorkan Median,'' kata Rico Marbun.

    Menurut Rico Marbun, MEDIAN awalnya menyodorkan 33 nama calon presiden. Namun, diluar ketiga nama tersebut MEDIAN tetap mempersilakan responden untuk mengajukan nama lain yang menurut masyarakat layak menjadi Calon Presiden RI. Dari situlah muncul nama-nama baru

    Rico Marbun menilai, dengan model survei seperti ini maka penelitian jauh lebih independen dan demokratis. Sehingga memungkinkan munculnya nama nama lain yang awalnya tidak dijagokan dan tidak ada dalam daftar nama capres 2019 yang diajukan oleh lembaga survei.

    Hasilnya pun diluar dugaan Elektabilitas Habib Rizieq dan Ustaz Abdul Somad mampu menyaingi politisi yang sudah malang melintang, dengan sama-sama meraih angka elektabilitas sebesar 0,3 persen. Keduanya lebih tinggi diatas Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dengan 0,2 persen, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar 0,2 persen, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini 0,2 persen, dan mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Moeldoko 0,1 persen.

    Survei dilakukan Median pada tanggal 1-9 Februari 2018, Rilis Survei dilaksanakan di Cikini, Jakarta Pusat, dan langsung disampaikan oleh Rico Marbun Kamis 22 Februari 2018.

    Adapun Populasi surveinya yakni seluruh warga yang memiliki hak pilih, sampel sebanyak 1.000 responden dengan margin of error sebesar kurang lebih 3,1 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

    Sampel dipilih dengan menggunakan teknik multistage random sampling, proporsional atas populasi di masing-masing provinsi dan gender. Quality control dilakukan terhadap 20 persen sampel yang ada.

    Hasil survei ini hanya menunjukkan dinamika politik yang terjadi selama masa pengambilan data, yaitu tanggal 1-9 Februari 2018.

    Apa yang disampaikan oleh Rico Marbun melalui hasil surveinya tentu sangat memperkuat tesis bahwa Tokoh Agama memiliki tempat khusus di dalam benak masyarakat Indonesia. Agama tidak hanya ibadah, namun juga menjadi tuntunan hidup sehari-hari dalam berbagai hal, termasuk politik.

    Kedua tokoh tadi, selama ini popular di berbagai media, juga turut berkomentar masalah politik Indonesia. Habib Rizieq Shihab misalnya merupakan tokoh agama yang juga Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), pendapat-pendapat nya tentang politik mulai santer terdengar sejak Pilkada DKI 2017, meski sekarang ia sedang berada di Arab Saudi, pendapatnya masih dijadikan rujukan Front Pembela Islam (FPI) dalam bertindak.

    Sedangkan, ustadz Abdus Somad adalah ulama lulusan Universitas Al-Azhar yang dikenal melalui kanal Media Sosial youtube. Kini jamahnya sudah sangat besar, setiap mengisi tabligh akbar, ratusan ribu orang memadati area tempatnya melakukan ceramah agama.

    Dalam setiap ceramahnya sering kali ustadz Abdus Somad dimintai pendapat tentang politik kekinian, mulai dari Pilkada hingga Pilpres. Beliaupun kerap menyampaikan kisi-kisi tentang calon pemimpin ideal berdasarkan ajaran Islam.

    Dengan demikian, maka tidak heran jika kedua tokoh ini muncul dalam elektabilitas terbuka hasil survey MEDIAN yang dipimpin oleh Rico Marbun tersebut. Tingginya popularitas dan banyakknya jamaah yang tersebar di seluruh Indonesia menjadi alasan yang masuk akal dalam hal ini.


    votre commentaire
  • Bagi para pembaca berita dan riset politik, nama Rico Marbun, mungkin sudah tidak asing lagi, Ya, Rico Marbun adalah pengamat dan konsultan politik yang saat ini menjabat sebagai Direktur Eksekutif Media Survei Nasional (MEDIAN).

    Rilis-rilis Rico Marbun melalui lembaganya sudah sering terdengar di berbagai media. Rico sering membuat penelitian tentang isu isu politik terkini, rilis terakhirnya tentang survei Calon Presiden dan wakil Presiden 2019 mendapat berbagai tanggapan dari masyarakat Indonesia.

    Pria kelahiran balik papan 24 Maret 1981 ini sering menjadi nara sumber di beberapa media massa dan memberikan pencerahan terkait dengan kondisi politik kekinian. Rico Marbun sering kali dimintai pendapatnya tentang kondisi politik, juga diminta menjelaskan berbagai temuan dari lembaga survei MEDIAN yang ia pimpin.

    Tidak hanya itu, tulisan tulisan opininya juga seringkali muncul di beberapa media massa. Diantaranya:

    Opini tentang setahun Jokowi (https://news.detik.com/kolom/3049378/setahun-jokowi-saatnya-bentuk-parpol-pro-jokowi)

    Opini tentang isu pergantian pimpinan DPR (https://news.detik.com/kolom/d-3101224/kocok-ulang-pimpinan-dpr-mungkinkah).

     

    Sudah Aktif Sejak Mahasiswa

    Sebagaimana berlian yang kuat dan berkilau setelah ditempa. Begitu juga dengan Rico Marbun, ia bukanlah tokoh yang tiba-tiba muncul, pemikirannya yang matang tetang politik Indonesia sudah ditempa sejak mahasiswa, ia pernah menjadi ketua Senat Fakultas MIFA jurusan FISIKA UI, kemudian menjadi Ketua BEM Universitas Indonesia tahun 2002/2003.

    Aktivitas-aktivitas politik semasa menjadi mahasiswa sudah banyak dilakukan, BEM Universitas Indonesia yang Rico Marbun pimpin sering terlibat aktif memberikan masukan-masukan terhadap pemerintah.

    Saat menjabat menjadi Ketua BEM UI, Rico Marbun memang kerap memimpin beberapa demonstrasi diantaranya demonstrasi melawan korupsi dan demonstrasi anti konglomerat hitam saat itu.

     

    Dari aktivis menjadi pengamat Politik

    Kini, aktifitas rico sudah berubah, dari seorang aktivis, menjadi pengamat politik. Beberapa rilisnya kerap membuka mata publik, bahwa fenomena baru sedang terjadi pada masyarakat Indonesia.

    Saat pilkada DKI 2017 lalu misalnya, Rico Marbun menemukan fenomena menguatnya sentiment agama dan munculnya kelompok anti-Ahok pada Pilkada DKI 2017. Dengan dasar ini pula Rico Memprediksikan akan terjadinya pilkada DKI dua putaran, dan adanya kemungkinan Ahok akan kalah diputaran kedua.

     

    Banyak pro kontra tentang prediksi Rico Marbun tersebut. Namun, Faktanya apa yang sudah diprediksikan oleh Rico Marbun melalui surveinya ini, terjadi, tepat dan akurat. 


    Silakan baca disini: (
    https://www.okenews.com/akurasi-survei-rico-marbun-median-berkaca-dari-pilgub-dki/)

    Tentu, akurasi dan tepatnya hasil survei Rico Marbun ini bukan tanpa alasan, pengalaman Rico Marbun dan pemahamannya tentang kondisi politik Indonesia, menjadikannya mampu membuat prediksi berdasarkan data-data ilmiah dari hasil survei politik.

    Rilis rilis surveinya tidak hanya tentang pilres/pilkada, beberapa kali ia juga melakukan survei opini publik tentang berbagai isu. Seperti kepuasan masyarakat terhadap pemerintah, survei tentang isu-isu sosial, dan lain sebagainya. Tujuannya tentulah ingin menyampaikan aspirasi masyarakat yang terpotret oleh Rico Marbun melalui lembaga survei yang ia pimpin (MEDIAN).

    Selain itu, rilis survei yang dilakuan oleh Rico Marbun ini dapat menjadi masukkan bagi pemerintah untuk menaikkan kembali kinerjanya agar sesuai dengan keinginan masyarakat pada umumnya. Dengan demikian, pemerintah mendapatkan data tambahan yang pastinya akan sangat berguna untuk instrospeksi dan melakukan kebijakan yang tepat untuk masyarakat.

     

    Kontribusi Dengan Cara yang Berbeda

    Rico Marbun memang bukan lagi seorang aktivis. Namun, tetap saja, narasinya adalah narasi konstruktif memberikan masukan kepada masyarakat, pemerintah dan politikus negeri ini bagaimana seharusnya bersikap.

    Hingga saat ini, Rico Marbun memang belum pernah mencalonkan diri baik di legislatif maupun eksekutif.  Aktivitasnya banyak dilakukan di lembaga riset, selain itu ia juga sempat menjadi dosen di beberapa perguruan tinggi dalam Negeri.

    Demikianlah, Rico Marbun tetaplah Rico Marbun, seperti halnya sebuah berlian, saat sudah ditempa ia akan terus berkilau. Begitu juga dengan Rico Marbun, ia tetap konsisten memberi masukan terhadap pemerintah dan membuka mata masyarakat dengan hasil risetnnya.

    Rico Marbun tetap berkontribusi meski dengan cara yang sama sekali berbeda. Jika dulu masukan disampaikan melalui kritik dan aksi jalanan, hari ini masukan dilakukan melalui rilis hasil survei melalui lembaga yang ia dirikan (MEDIAN). Tujuannya tetap sama, untuk menjadikan Indonesia yang lebih baik, maju dan sejahtera.

    Bagi pembaca yang penasaran dengan rilis rilis lembaga survei MEDIAN milik Rico Marbun ini, anda tinggal mengunjungi websitenya di www.median.or.id 

     


    votre commentaire
  • Media Survei Nasional (Median) lembaga survei yang dipimpin oleh Rico Marbun baru saja menggelar survei elektabilitas untuk capres-cawapres tahun 2019. Dalam survei yang dilakukan pada 24 Maret-6 April 2018 ini. Median melakukan simulasi tokoh-tokoh nasional dipasangkan dengan tokoh lainnya yang selama ini banyak dibicarakan sebagai kandidat.


    Adapun, nama-nama yang masuk kedalam survei Median antara lain, Capres: Joko Widodo, Prabowo, dan Agus Harimurti Yudhoyono. Sedangkan Cawapres: Muhaimin Iskandar, Wiranto, Chairul Tanjung, Zulkifli Hasan, Anis Baswedan, Gatot Nurmantyo, TGB Zainul Majdi, dan Anis Matta.

    Adapun hasilnya, dalam skenario tiga pasangan duet Joko Widodo (Jokowi) dengan Ketum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) jadi pasangan dengan elektabilitas tertinggi.

    "Dalam skenario tiga pasangan, pasangan Joko Widodo yang paling tinggi memperoleh dukungan masyarakat adalah Joko Widodo-Muhaimin Iskandar dengan 41,3 persen," kata Direktur Riset Median Sudarto saat merilis hasil survei di Restoran Bumbu Desa, Cikini, Jakarta Pusat, Senin (16/4/2018).

    Hal ini tentu tidaklah mengejutkan, Cak Imin merupakan tokoh yang sudah mempunyai basis massa di kalangan Nahdatul Ulama. Ia jadi salah satu tokoh yang dapat diterima dikelompok Islami.   

    Sedangkan  ketua umum Ketum Gerindra Prabowo Subianto yang selama ini disebut sebagai lawan terkuat Jokowi,  Nama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, menjadi tokoh paling potensial dengan elektabilitas tertinggi dibandingkan jika Prabowo dipasangkan dengan calon lainnya. Prabowo-Anis Baswedan berada di posisi teratas dengan 33,9 persen.

    "Yang kedua, di sisi Prabowo Subianto jika dipasangkan dengan Anies Baswedan dia akan mendapatkan elektabilitas paling tinggi, yaitu 33,9 persen. Jadi Pak Prabowo, menurut hasil survei kami, paling tinggi elektabilitasnya jika dipasangkan dengan Anies Baswedan," ungkapnya.

    Selain memasangkan Jokowi dan Prabowo, lembaga yang dipimpin oleh Rico Marbun ini juga menguji Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai capres. Putra sulung Susilo Bambang Yudhoyono ini memang sedang gencar dipromosikan sebagai kandidat Capres 2019, spanduknya tersebar di berbagai billboard.

    Seperti halnya Prabowo, dalam simulasi yang dilakukan oleh Median, AHY juga meraih elektabilitas tertinggi jika dipasangkan dengan Anies Baswedan.

    "Di kubunya AHY, AHY mendapatkan elektabilitas yang paling tinggi jika berpasangan dengan Anies Baswedan, angkanya berada pada 8,2 persen," ucap Sudarto.

    Tampaknya Anis Baswedan menjadi tokoh cawapres yang paling pas bagi lawan Jokowi. Mantan mendikbud pemerintah Jokowi yang kini jadi gubernur DKI ini mampu membatu lawan Jokowi untuk mencapai elektabilitas maksimal.

    Lantas bagaimana jika terjadi lagi head to head Jokowi vs Prabowo seperti pada pilpres 2014 lalu?

    Menurut lembaga survey yang dipimpin oleh Rico Marbun ini,  dalam kondisi head to head, elektabilitas Jokowi-Cak Imin akan kembali unggul melawan Prabowo dengan siapapun dia berpasangan.

    "Adapun dalam skenario dua pasangan,  maka pasangan Joko Widodo mendapat elektabilitas tertinggi yang mendapatkan dukungan masyarakat jika dipasangkan dengan Muhaimin Iskandar, yaotu berada diangka 41,9 persen," sebutnya.


    Seperti yang sudah disebutkan di atas survei tentang Capres dan Cawapres yang dilakukan Median ini pengambilan datanya dilakukan pada 24 Maret-6 April 2018. Dengan demikian maka, hasil survei hanya menggambarkan realitas politik saat pengambilan data berlangsung saja.

    Lembaga yang dipimpin oleh Rico Marbun ini melakukan survei terhadap 1.200 responden, yaitu warga Indonesia yang memiliki hak pilih dengan margin of error sekitar 2,9% pada tingkat kepercayaan 95%. Sampel survei dipilih secara random dengan teknik multistage random sampling dan proporsional atas populasi provinsi dan gender. Quality control dilakukan terhadap 20% sampel yang ada.

    Hasil ini tentunya dapat dijadikan acuan bagi kandidat untuk memilih cawapres yang tepat,  bagaimanapun pemilihan cawapres menjadi salah satu penentu dalam memperoleh tambahan suara saat pilpres nanti.

    Apa lagi, pilpres akan berlangsung berbarengan dengan proses pemilu legislatif. Apapun yang dilakukan nanti, tentunya akan saling mempengaruhi hasil akhir. Pilpres akan sangat berpengaruh terhadap elektabilitas partai, begitu juga partai, akan sangat berpengaruh terhadap elektabilitas calon Presiden.

    Tampaknya para kandidat harus lebih wise dan waspada dalam memilih pasangan yang tepat. 


    votre commentaire
  • Menurut Rico Marbun elektabilitas Presiden Joko Widodo (Jokowi) sedikit demi sedikit semakin menurun, fakta ini ia peroleh berdasarkan hasil survei lembaga yang ia pimpin Media Survei Nasional (Median) pada bulan Februari 2018.

    Pada februari 2018, posisi elektabilitas Jokowi ternyata masih jauh dari 50,0 persen, yaitu berada pada angka 35,0 persen. Elektabilitas Jokowi mengalami penurunan jika dibandingkan oktober 2017 lalu, elektabilitas Jokowi turun 1,2 persen dari 36,2 persen pada Oktober 2017.

    Lalu sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa, sebagai incumbent elektabilitas Jokowi justru mengalami penurunan? Berikut adalah penjelasan dari Rico Marbun tentang alasan dibalik turunya elektabilitas Jokowi.

    Survei Rico Marbun: Masalah Ekonomi menjadi Penyebab

    Ekonomi dalam akhir-akhir ini memang menjadi perhatian publik, harga sembako, listrik, yang merupakan kebutuhan dasar, dianggap semakin mahal oleh masyarakat, meraka bahkan menyuarakan keresahannya di media sosial.

    Sepertinya keresahan masyarakat akan kondisi ekonomi itu, juga terportret oleh surveinya Rico Marbun. Menurut hasil survei Median, ketidapuasan masyarakat terhadap perekonomian Indonesia di bawah kepempimpinan Jokowi masih tinggi. Sebanyak 37,9 persen responden menilai Presiden Jokowi belum mampu mengatasi masalah ekonomi. Ini lah yang menyebabkan masyarakat menjadi resah.

    Saat survei dilakukan, mayoritas publik menilai kesenjangan ekonomi di Indonesia semakin tinggi. Masyarakat didera beberapa masalah ekonomi seperti sulitnya mencari lapangan pekerjaan dan harga bahan pokok, hingga tarif dasar listrik yang semakin mahal, realita ini membuat masyarakat memberikan penilaian buruk terhadap pemerintah.

    Dari hasil survei Median ini jelas bahwa ketidak puasan masyarakat terhadap masalah ekonomi yang dinilai belum bisa diselesaikan oleh Pemerintah menjadi latar belakang atau penyebab turunya elektabilitas Jokowi.

     

    Perbaikan Infrastruktur vs Masalah Ekonomi

    Apa yang ditemukan oleh lembaga survei Median pimpinan Rico Marbun tadi, tentunya harus menjadi warning bagi Jokowi, karena fakta dilapangan menunjukkan bahwa masalah ekonomi yang dirasakan masyarakat saat ini berdampak cukup signifikan terhadap elektabilitas Jokowi. Adapun perbaikan dan pembangunan infrastruktur yang selama ini dikerjakan dan di promosikan oleh Pemerintah Jokowi tidak serta merta membantu menaikkan elektabilitas Jokowi.

    Bagaimanapun, masalah ekonomi adalah masalah dasar masyarakat. Perbaikan infrastruktur mungkin baik untuk perbaikan ekonomi jangka panjang di masa yang akan datang, karena dengan adanya akses jalan yang baik, akan mempermudah masuknya barang ke daerah-daerah di Indonesia dan akan berdampak pada turunya harga komoditas di masa depan.

    Namun, keperluan jangka pendek juga perlu diperhatikan, keluhan masyarakat akan masalah ekonomi harus segera diatasi, jika tidak, bukan tidak mungkin para penantang akan menyalip elektabilitas Jokowi.

     

    Penantang Siap Menyalip

    Seperti yang kita ketahui bersama, pilpres tinggal satu tahun lagi, elektabilitas Jokowi yang masih dibawah 50% tentunya akan menjadi warning bagi Jokowi dan angin segar bagi para penantang. Bagi incumbent elektabilitas dibawah 50% bisa dianggap rawan, karena ini menunjukkan adanya ketidakpuasan publik terhadap pemerintahannya selama ini.

    Penantang terdekat seperti Prabowo, tentunya dapat memanfaatkan publik yang tidak puas untuk dijadikan pendukungnya. Peluang masih sangat terbuka untuk memenangkan pertarungan melawan incumbent. Selain Prabowo, ada Gatot Nurmantyo dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang juga masuk kedalam jajaran terdekat penantang Jokowi. 

    Masih banyaknya masyarakat yang belum memutuskan memilih Jokowi pada pilpres 2019 nanti menjadi hal yang perlu diperhatikan Jokowi jika ingin kembali maju menjadi Presiden RI periode-2 nanti.  Karena jika lawan politik berhasil memanfaatkan situasi ini dan merubah persepsi masyarakat yang belum mau memilih jokowi menjadi anti jokowi tentu akan semakin berdampak buruk terhadap peluang Jokowi menang di periode ke-2.

    Munculnya gerakan seperti #2019GantiPresiden yang akhir akhir ini marak menunjukkan indikasi mulai munculnya gerakan anti Jokowi atau asal bukan Jokowi. Jika ini terus dikapitalisasi oleh lawan politik Jokowi, bukan tidak mungkin elektabilatas Jokowi akan semakin terjun bebas jelang pilpres 2019.

    Lantas apa yang harus dilakukan?

    Jika kita melihat hasil survei lembaga Median pimpinan Rico Marbun yang sempat kami bahas di atas, maka salah satu solusi terbaik yang harus dilakukan Jokowi adalah memperbaiki ekonomi bangsa, karena hal itu menjadi salah satu penyebab suara Jokowi menurun.

    Jokowi sebaiknya mulai berusaha menurunkan harga sembako, menurunkan tarif dasar listrik, membuka lapangan kerja dan memperbaiki kinerja perekonomian jangka pendek yang dapat langsung dirasakan oleh masyarakat. Selain itu, tentunya perbaikan infrastruktur tetap dilanjutkan. Dengan ini bukan tidak mungkin elektabilitas Jokowi akan kembali meroket.


    votre commentaire